Kereta Setan (True Story) Tamat

Cerita Sebelumnya (Kereta Setan True Story) PART 1 Klik disini <<



Aku : '""PPPaPPApAA...maaf Pak begini…..pak…hmmmh..anu…saya mahasiswa dari Jakarta pak, lagi study banding ke Yogya, lalu ada bagian acara yang mengharuskan ke Klaten, saya cuma bertiga pak, ini dua teman saya, yang ini punya gangguan jiwa pak, sambil aku menunjuk kearah Ujang, trus yang ini hidupnya sebatang kara pak, hidupnya susah…(sengaja aku meninggikan suaraku agar didengar oleh kedua temenku yang menjengkelkan ini, lantaran kesel banget).” “Kami dah ketinggalan rombongan kampus saya untuk pulang ke jakarta.....

PPPaapappaak, saya ga punya uang lagi pak dah abis buat beli oleh-oleh...nah kaya kendi itu pak (sambil nunjukin kendi dan nunjukin kartu mahasiswa)…”



Tolong saya pak…! saya ngga mau ngumpet-ngumpet pak di WC, apa lagi kejar-kejaran sama bapak, saya juga ga mau bohong pak, maka itu kita langsung duduk disini aja biar bisa ngomong langsung sama bapak!.”

Kondektur: “Alesaan aja kamu…!, tadi baca tulisan di stasiun tidak?, yang kedapatan tidak memiliki karcis harus apa..?” 

Aku: “Tau pak, tapi uang saya tinggal lima ribu pak, tolong saya lah pak…saya doain Bapak rejekinya lancar, sehat terus pak, umurnya panjang, selalu dimudahkan, dijauhkan dariii…..””

Kondektur: “Halaaaaah!…sudah-sudah nyerocos aja kamu, kalian disini saja, ngga usah kemana-mana! Kalau mau nurut sama saya, aman kamu, jangan bikin ulah macem-macem kalau mau tetap ada di kereta ini…saya mau periksa karcis dulu.” 

Aku: “ Jadi Pak…..? kami boleh tetep disini numpang pak….(sambil rada senyum melongok mencari kepastian)”

Kondektur : “Iyaa….nanti kalau ada petugas lain ngedapetin dan menanyakan kalian lagi, bilang aja dah ketemu dan diurus oleh saya.”!

Aku: “Subhanalloh…Alhamdulillaaaaaah paaak!” (aku menatap nama dada disebelah kanan yang bertuliskan Soemarno), kemudian meraih tangan kanannya kemudian aku ciuum seraya mengatakan…”Terima kasiiih Pak Sum…eh Pak marno, pak Sumarnooo maksud saya..maaf pak….Alhamdulillah Ya Alloh…!”, kemudian aku balik badan menghadap si Gondrong dan Ujang sambil melakukan selebrasi gerakan lebay dan berteriak…Yeess..yeess…yeeeeess aamaaan cooooy!!

Pak Soemarno pun meninggalkan kami untuk melanjutkan kegiatannya ke gerbong belakangku untuk memeriksa karcis. Saat itu aku masih melakukan gerakan lebay selebrasi mendekati Gondrong dan si Ujang….Pertama aku ngeledekin Gondrong dengan mencabut topi dan membuangnya ke lorong tengah gerbong sambil berkata…”Eluu reseee..eluu reseee…!, kemudian  aku tarik sweater rajutnya si Ujang, aku buka paksa sambil mendorongnya jatuh sambil bilaang…”Eluu jugaa resee..eluuu resee dodoool tasiiik!!! 

Pelukan dan tawaa ngakak bahagiaa diantara kami bertiga pun pecaah saat itu, aku mereview menuntut perlakuannya yang tidak ikut berdiri saat menghadapi kondektur tadi. Sesaat kemudian aku kembali duduk bersila dan kembali menjadi bagian dari mereka berdua.

Gondrong: “Sorry Sraak…tadinya gue mau berdiri, cuma gue dari pada berdiri juga ngga ngomong apa-apaan, pan ada elu komandannya, daripada malah ngeribetin palingan jongkok lagi abisannya…Nah dari pada begitu keterusan jadi niat berdiri gua batalin, lagian kebayang coba tadi kalau ngomong bertiga-tigaan yang ada belibeet….bla…bla…bla (membela diri dengan alesan yang ora nggenah, kalau orang jawa bilang."

Ujang pun tak mau ketinggalan beralibi, “Waah kang Gusrak sayaah mah apalagii, beneran tadi dah mau berdiri, dah ngangkat pantat saya kang…Sok atuh kalau ga percaya tanya kang Gondrong tah!" sayah dah setengah nungging kang beginih nih (sambil mraktekin pantatnya yang nunggin ngeselin)…eeeh terus liat kang Gondrong masih duduk ya tuh saya kebawa kang Gondrong jadinya…!

Gondrong langsung ngeplak kepala Ujang, “Aaaah eluuuu mah ngikut-ngikut ajaaah, ngapain gue merhatiin lu nungging…dasar Dodol Tasiik!

Ujang: Beneran kang…untungnya kita tetep duduk, jadinya bener-bener Persib pisaan tadi itu mah kang Gusrak ngadepin Pak Polisi tadiii…..kereeen heroik euy.

Aku: Polisiii….Kondektuur itu namanyaa pla’uuun..!, gua heran kok orang kaya lu bisa masuk jurusan akutansi siih hadeeeeuh…!!


Ujang malah tertawa sambil nyender ke dinding kereta, “hahahah lega yah Alhamdulillah duuh seneng sayah euy, tadi mah deg-degan pisan!...kang Gondrong ngomong-ngomong bagi rokoknya atuh, asem euy…punten kang…
Gondrong: “Uenaak aja luu, Puasaaaa dulu!…macem juragan, kelar perkara ngerokok..minta lagi!!...kaga-kagaaa..!

Kemudian suasana mencair dan kemudian lebih tenang, kami bertiga duduk dilantai menyender dinding kereta dibalik dinding ruangan bahan baku gudang restorasi yang tidak besar. Saat itu aku mengambil buku kecil beserta pulpennya dari tas Alpinaku, dan mulai menarik nafas pajang, lalu menuliskan beberapa bait Puisi untuk mengisi ketenangan situasi saat itu.


"Yang Tertinggal Dari Bayat"

Tak ku kira ada senyum manis yang tetap melekat,
Sesaat dan sewaktu menjauh dari Bayat.
Diantara kelokan-kelokan itu,
dan laju angin yang menampar wajah,
diatas kuda besi yang tak sabar ingin membuangku di stasiun klaten.

Namun manisnya rona wajahmu,
seolah mendekapku agar tak beranjak.
Beberapa tragedi memang terjadi….
Dan tragedi itu membuat bayang hilang beberapa saat tadi.

Namun kini…..kamu tahukah?
Aku yang telah bersandaar……………………

Baru sampai bait itu aku menulis puisi tiba-tiba Ujang memanggilku, sedangkan disebelahnya Gondrong yang sedikit sayu terlelap berusaha untuk tidur karena sudah disergap oleh rasa kantuk. “ Kang Gusraaaak….Nulis apaan siih?, bisa banget nulis sambil goyang-goyang gini gerbong…


Aku tidak menjawabnya....

“Kang Gusrak….Ngomong-ngomong tadi teh, pas sama polisi kondektur kenapa saya dibilang sakit jiwa kang..?” namanya pelecehan eta mah kang…(sambil ngelap-ngelap kendinya).

Lagi-lagi aku hanya melirik menatapnyaa, tanpa menjawab…konsentrasi puisiku mulai kacau…

Ujang: “Ah nanti kalau dah sampe Jakarta, sampe kampus saya mah mau saya tempelin tulisan ah di mading, Ketua Himpunan Mahasiswa ngatain sayah sakit jiwa didepan polisi kondektuur…..(terus meracau ngga karuan sambil ngelap kendi)…gimana Kang Gusrak setuju nggaaa…kalau saya bikin gituh…!

Aku pun merobek selembar dari buku kecilku, lalu meremasnya menjadi bola kertas…kemudiaan….”Pluuuuuk!, lemparan kertas ku mengenai bibirnya yang lagi manyun-manyun berhadapan dengan kendi yang dilap tapi ga bersih-bersih….”Hadoooooooooh….rusaaaak dah puisiii guaaaa dodooool tasiiiiiik!!! Beriisik amaat sih lu Jang ah….

Lantaran Stuck, puisi tak selesai pun hanya berakhir disitu, feel dan idenya menghilang, jikalau dipaksakan jadi jelek puisinya pasti. Tak berselang lama dari situ setelah sekitar 30 Menit berlalu, Pak Soemarno yang tadi memeriksa karcis kini sudah kembali ke tempat kami berada, aku pun tersenyum memberikannya salam kembali.

Kondektur: “Oh iyaa…sebentar lagi sampai di stasiun Lempuyangan, kemudian stasiun Tugu Yogyakarta, semua nanti petugas yang ada disini akan tukeran shift dengan petugas yang baru. Kalau ada pemeriksaan lagi bilang aja kalian titipannya saya, tetaplah disini.

“iya pak,…baik Pak, Siaap….kami bertiga bersahutan menjawab pesan pak Soemarno dengan perasaan senang. Kira-kira pukul 16.30 wib sore kereta memasuki stasiun Lempuyangan, berhenti beberapa saat kamudian bergerak lagi menuju stasiun Tugu. Di stasiun Tugu kereta berhenti cukup lama, lebih 30 menit. Terus terang lamanya waktu berhenti dengan pintu gerbong terbuka, sedangkan kami duduk lesehan di lorong pinggir gerbong tersebut, perasaanku kembali menjadi tidak enak dan jantung mulai berdegup kembali, meskipun tadi sudah ada jaminan dari pak Soemarno untuk kami bertiga memastikan dalam keadaan aman. Dihadapanku lalu lalang petugas kru kereta yang berganti shift tugas, bahkan pak Soemarno masih sekali lagi jalan melewatiku dengan berpamit dan mengucapkan kalimat hati-hati diperjalanan semoga sampai tujuan dengan lancar, beruntung aku bertemu dengan orang baik seperti pak Soemarno.

Setelah 45 menit, pintu kereta mulai ditutup, hatikupun berasa sedikit lega rasanya karena perjalanan dilanjutkan. Saat itu suasana hening, hampir tidak ada pembicaraan diantara kami bertiga, kecuali hanya tatapan-tatapan kosong, perut berasa lapar, haus juga…”huuuuufttt seandainya megang uang yang cukup, rasanya ingin sekali membeli roti dan minuman saat berhenti tadi.

Kereta yang kami tumpangi bergerak meninggalkan Stasiun Tugu. Posisi kami belum berubah sama seperti kondisi kami memasuki stasiun lempuyangan.

Aku: “Hmmmm…Perasaan gue kok ga enak ya, mau masuk maghrib lagi ini….!” Beda kaya tadi daah…
Gondrong: “Srak abis ini berenti lagi ngga sih tiap stasiun, kaya KLR Jakarta gitu..?”

Aku: Ngga sih, berhentinya cuma di stasiun-stasiun yang lumayan gede, feeling gue ini nanti berhenti di stasiun Wates.”

Gondrong: “Mudah-mudahan ga ada masalah, lancar ini…Inget srak, nanti sama kaya tadi yang pak Soemarno bilang, lu aja lah yang ngadepin, dah gampang jelas ini posisi kita!

Aku: “Ya liat nanti lah…”.

Tak lama berselangnya waktu, mulai lagi drama Karcis dimulai. Kali ini ada dua orang yang bertugas untuk memeriksa Karcis penumpang yang naik dari Yogyakarta. Pertama Kondekturnya, usianya tampak lebih tua dari Pak Soemarno, hitam, perawakannya mirip orang sumatera, namun saya lupa namanya, jika tak salah ingat namanya Pak Hengky. Kemudian petugas salah satunya lagi masih muda, tampaknya seperti asissten kondektur untuk membantu aktivitasnya.

Kedua petugas tersebut kini ada dihadapanku seraya mengatakan….”KARCISSS.!!

Aku berdiri dan mulai menjawab diplomatis seperti yang pak Soemarno pesankan, dan juga aku sampaikan alasan-alasannya, kali ini aku menghadapinya dengan lebih tenang ketimbang yang pertama tadi.

Aku : “Saya mahasiswa dari jakarta pak, lagi study banding ke Yogya lalu ada bagian acara yang mengharuskan ke klaten, kami cuma bertiga disni, kemarin ketinggalan rombongan kampus saya untuk pulang ke Jakarta, dan betul-betul tidak punya uang lagi. Tadi saya sudah menghadap Pak Soemarno, dan beliau mengijinkan kami menumpang disini ini, tidak boleh kemana-mana, begitu pak.”

Kondektur 2 : “Heh…Kalian pikir ini kereta punya Bapak Moyangmu apaa…punyanya Mbahmu..??? Hah..!!”

“Yang namanya naik kereta itu harus bayar dan punya karcis…NGERTI..!! (sambil tangan kanannya mendorong bahu kananku), sambung ucapannya.”


Aku : “Saya faham pak maka itu saya kasih tahu alasan saya, sama tadi yang saya sampaikan ke pak Soemarno…!” saya cuma minta tolong pak baik-baik.

Kondektur 2 : “Weeeeessss…banyak alesaan, Mahasiswa kok guoooblook ra ngerti aturaan(Ngga tau aturan) 

Asisten Kondektur : “Wess di guang ae pak lempar men kapok…nek ora ditindak, kebiasaan!! (daah dibuang aja lah lempar keluar biar kapok, kalau ngga ditindak makin kebiasaan)

Aku : “Mas….Cangkeemmu kae looh..sompral ! (mas, mulutmu itu loh songong) , sampeyan disini cari makan aja sombong….sekolahin tuh mulut yang beneer..!

Suasana memanas, Gondrong pun berdiri dari duduknya dengan tangan mengepal hendak memukul namun tertahan oleh badanku.., Ujang setengah berdiri sambil mengumpulkan menyatukan kendi-kendi. Aku meyakinkannya lagi kepada kedua orang tersebut, “Saya tahu saya salah, tapi saya ngga songong…….bapak yang tadi aja bisa nerima alesan kita kok, masa yang ini ngga, ngomong yang enak dong…!

Kondektur 2 : “Saya ngga mau tau, pokoknya stasiun depan (Wates) kalian turuun..!, kalau saya sampai balik lagi kesini masih lihat kalian, Saya akan gunakan cara yang biasa berlaku dalam peraturan didalam kereta ini.

Assisten kondektur sombong itu tidak berbicara lagi, dia kemudian berjalan mengikuti Kondektur 2 untuk melanjutkan memeriksa karcis, saat melewati depanku, matanya menatap wajahku dengan nanar namun tidak melakukan gerakan yang membuat keributan.

Stasiun Wates sebentar lagi sampai, aku segera menggunakan ranselku, begitu juga dengan Ujang dan Gondrong. Kami bertiga tidak berbicara, karena perasaan kami sedang diliputi rasa kesal dan ketidakjelasan dengan apa yang harus kami lakukan selanjutnya. Aku pun mendekati pintu dan menunggu detik detik sampai di stasiun Wates sambil menatap jendela didekatnya. Dibelakangku ada Gondrong dan di sisi kananku Ujang yang membawakan kendiku.

“Jang, sorry ya…pegangin dulu kendi gue….gue mau mikir dulu harus ngapain”…Ujarku.

Gondrong: “Rencana B lu srak, gimana..?”

Aku: “Ngga ada, dan gue belum mikirin soal rencana B.” (saat itu otakku sedang berputar dengan RPM tinggi untuk mencari rencana B itu sambil menantikan detik-detik tiba di stasiun Wates) dan ini sedang gue lakuin…

Gondrong: “Rasanya gue pingin nampol orang dah niih…”!

Aku: “Lu tampol aja nih Ujang,……issssshhhh lu ngapain siih Jang mepet-mepet ginii iggghhh risiih gua, kaya hombreeng…..sanaan-sanaan..!” (ujang berdiri mepeet ke tubuhku sembari nyender)


Ujang: “Yeeee…kalau sayah ditampol, pecah semua ntar nih kendi, satu buat nangkis, satu sayah buang keluar, satu lagi simpeen..kan tinggal kendi sayaah"…hahahah (dia melucu)


Aku dan Gondrong pun sontak jadi nyengir dan ketawa, perasaan tegang lumayan menurun. Kereta pun berhenti di Stasiun Wates, pintu gerbong dibuka….aku membiarkan penumpang yang ada dibawah untuk naik kedalam gerbong terlebih dahulu, kemudian aku yang turun. Penumpang dari stasiun wates saat itu yang naik di pintu gerbong aku berdiri tidak begitu banyak, aku perhatikan hanya ada kurang lebih tujuh orang, diantaranya keluarga dengan membawa anak, dan selebihnya hanya laki-laki paruh baya yang bepergian sendiri, sepertinya mereka penumpang dengan tujuan akhir Purwokerto.

Kini tiba giliranku untuk turun, saat kakiku sampai di anak tangga paling bawah, perasaanku galau, langkahku terhenti, pandanganku kosong, namun otakku terus berfikir keraas. Ujang yang kini ada dibelakangku pun mendorong ku agar turun lebih cepat, namun tertahan oleh tubuhku yang tidak juga ingin menapakkan kakiku menuruni kereta. Hatiku seperti sedang menghitung kancing dengan kalimat…turun…ngga…turun…ngga…turuun…ngga…! dan…..Engga adalah kata akhirnya yang ada dalam benakku.

Aku: “Balik…balik, naik lagiii….kita ga usah turun….Rencana B..!” Ndrong lu siap-siap ya, gue pengen tau kalau kita terus disini, bakalan apa yang terjadi…

Ujang: “Duuuh Kang Gusrak jangan nakutin gitu kang…nanti kalau ada apa-apa gimana kang”!


Gondrong: “Asal dah nemu rencana B, gue ngikut aja….percaya gue ma lu Srak..!!


Aku: “Ya udah, kita hadapin lagi tuh kondektur, maunya apa..!” dan gua minta ma lu juga, tahan tuh tangan jangan sampe ada tampolan, gue pengen cantik mainnya jalanin rencana B ini…huuuuufftt, mudah-mudahan berhasil.


Langit sudah gelap, pintu pun ditutup dan kereta melanjutkan perjalanan, sedangkan kami bertiga kembali ke titik semula tadi. Lima belas menit kemudian kedua petugas yang berseteru denganku sebelumnya telah kembali, dan kageet melihat kami bertiga belum turun dan masih dalam posisi yang sama.

Kondektur 2: “Heeeh kurang ajar, masih disiini….Dipikir saya bercanda yaa…!”

Kondektur itu menunjuk-nunjuk wajahku, namun aku tidak menjawab sama sekali. Kami bertiga hanya diam saja, Ujang dan Gondrong diam karena mengikuti aku diam. Kemudian Kondektur itu melewatiku, dan memanggil petugas lainnya untuk meminta bantuan. Petugas lainnya pun keluar, ada tiga orang orang lagi di depanku, badannya cukup besar, dan memintaku, Ujang dan Gondrong mengikutinya. Aku pun mengikuti apa yang mereka mau, kami dibawa disebuah ruangan, dengan sedikit bicara aku meresponnya, mereka menggeledah semua bawaan kami, memeriksa kartu, tas dompet dan sebagainya. Diruangan itu kami didata semacam penyidikkan, kemudian dicatat disebuah kertas yang entah apakah itu ditanda tangani tau apa, aku tidak peduli…

Belakangan aku tahu, kalau ternyata ruangan itu adalah ruangan buat kurungan para penumpang yang memiliki nasib sama sepertiku, dijaga ketat oleh awak kereta, meskipun ada seseorang diantara mereka itu yang baik memberikan kami minum air mineral gelas. Beberapa waktu kemudian, datang seseorang ke ruangan kami berada…., aku menangkapnya dia semacam kepala kereta jabatannya, lumayan koorporatif orangnya, dilihat dari caranya memulai pembicaraan kepada kami.

Kepala Kereta: “Mahasiswa….?”

Aku: “Iya…Pak…..saya sudah jelaskan tadi kenapa kami ada disini, saya Cuma tidak mau disamakan dengan penumpang yang berkasus biasa dikereta tanpa karcis.”


Kepala Kereta: “Gini ya, KAI juga baru saja menerapkan peraturan dan sanksi tegas, dan memang peraturan ini harus dijalankan tanpa terkecuali, jadi Mas-mas ini kami data, nanti tiba stasiun akhir ikut ke pihak berwenang, kemudian tunaikan sanksinya 10x harga tiket normal, jika tidak bisa maka nanti biar pihak berwenang yang akan melanjutkan proses selanjutnya, atau Kalian bertiga turun di stasiun berikutnya.


Mendengar itu, aku sudah malas berdebat soal alasan dan sebagainya, sebenernya aku hanya ingin mengulur waktu, untuk bisa berjalan lebih jauh lagi.

Gondrong: “Srak….Sebenernya rencana B lu apaan sih, dari tadi anteng manut manut ajaa perasaan gue, jadi bingung gue nih..! (berbisik sambil mendekatkan mulutnya ke telingaku. 
Aku: Sabar……!, aku melanjutkan dialogku dengan Kepala Kereta itu.


Aku: “Pak, Begini…saya diperiksa sudah, digeledah sudah, identitas dan kartu mahasiswa saya sudah dilihat, dari awal naik kami tidak berbuat hal-hal yang mengganggu kenyaman penumpang, kami juga langsung mengutarakan masalah kami secara koorperatif tidak ngumpet atau kabur-kaburan, kami juga tidak membawa barang bahaya, narkoba, dan sebagainya…..Kami cuma mau pulang pak, uang habis!. Oke kami terima memang dengan peraturan yang diterapkan ini, kami sudah tidak mungkin bisa menumpang sebagi penumpang sampai stasiun terakhir,…Tapi saya minta kebijaksanaan bapak, jika diperkenankan biar saya turun di stasiun Karang Anyar Kebumen." (bagian dari rencana B, Karang Anyar adalah stasiun menuju ke kampungku)

Kepala Kereta: “Maaf itu tidak bisa…harus distasiun berikutnya ini.


Negosiasi berjalan sedikit alot, namun Kepala Kereta sedikit lebih melunak, akhirnya ia mengijinkan kami menumpang sampai stasiun Kutuarjo, artinya kami harus turun di stasiun Kutuarjo, dan menyepakatinya tanpa ada sanksi administrasi, dsb. Perbincangan pun berakhir, Kepala Kereta meninggalkan ruanganku, namun aku tetap dalam penjagaan ketatp para petugas lainnya yang ada di sekitar kami saat itu.

Aku: “Jadi rencana B yang bisa gw sampein adalah, kita harus abis-abisan apapun caranya pokoknya harus sampe stasiun Karang Anyar…Harga mati itu…! Sementara itu dulu, gue kasih tau lanjutannya kalau kita bener-bener sampai disana.

Ujang: “Tapi kita tadi sepakat di Kutuarjo, dari Kutuarjo ke Karang Anyar ada berapa stasiun lagi kang?


Gondrong: “Dah malem lagi nih…!” dari Kutuarjo untuk ampai ke Karang Anyar bisa naik apaan lagi selain kereta, dah gelap gini..?


Aku: “Agak lupa gue, kalau ngga salah, abis Kutuarjo, Purworejo, trus Karang Anyar…dah deket siih…Hmmmmh…lo pada masih percaya ma gue kan…pokoknya ini kaki harus nginjek Karang Anyar dengan kereta ini….!! Ngerti ga kira-kira maksud gw…kita harus apa…? Hehe


Gondrong, Ujang: “Kagak”!


Aku: “Dah lah…istirahat dulu.., kita bakalan cape nanti…siap-siaap.”


Aku sedikit terlelap ringan saat itu, sampai tidak sadar ternyata kereta sudah mau berhenti di stasiun Kutuarjo. Kami bersiap, dengan kawalan petugas kami dikawal sampai pintu gerbong kereta untuk meyakinkan kalau kami betul-betul turun dari kereta.

Kereta pun berhenti, dengan perasaan yang berusaha menghibur, aku sengaja menyalami petugas yang mengawalku sampai pintu, semacam pamitan, meskipun petugas itu hanya senyum ringan menanggapi kelakuan kami saat itu.

“Makasiih ya paak,…..Jangan kangen loooh sama kitaaa…, jangan galak-galak juga kalau nemu lagi yang kaya kita ini…”Ujarku setelah bersalaman dan turun menginjakan kaki, aku coba meledek petugasi itu..”

Ujang: “Nuhun ya pak tumpangannya…pokoknya persib pak!

Setelah berdadah-dadah dengan petugas yang masih berdiri di pintu kereta, aku berjalan berjajar bertiga di sisi kereta dengan gerakan yang tenang. Aku memandangi tiap bagian dari stasiun Kutuarjo yang ada di hadapanku malam itu, sampai kemudian bunyi pengumuman dari stasiun, bahwa kereta yang kami tumpangi tadi akan segera berangkat melanjutkan perjalanan….Disitu aku kembali menepuk pundak Ujang dan Gondrong tanda bersiap menerima instruksi selanjutnya…

Aku : “Tenaaang boooy…kalem jalannyaa….Gue itung sampe sepuluh, dihitungan kesepuluh lo pada lari mencar yaaa….kita pisah, pilih gerbong masing-masing yang jauh, jangan sampe ketauan lo pada naik lagi ke keretaaa….Gua naik gerbong kedua dari terakhir, itu titik kumpul kita….!”

Gondrong: “Oke, gua gerbong 6 deh…, kelamaan lu itung ampe sepuluuuh, gua duluan dah misaaah yaaa..!”


Ujang: “Kaang….saya naik dimanaa…”!


Gondroong: “Udaah lu jangan ngeselin, jangan bikin curigaa oraaang…! Terseraaah pokoknya ketemu di gerbong kedua dari terakhir…Paham lo Jang..!”


1…….2…….3………4…………5……….dah sekarang daaaaah….Mencaaar!!.....jangan sampe keliatan, pinter-pinter loo yaa….., Ujarku memberi instruksi terakhir.

Gondrong langsung memisahkan diri, aku berlari ke kiri meninggalkan Ujang menuju rel yang berbeda, menuju tukang dagang kopi, pura-pura duduk sebentar dan kemudiaan berlari kecil sampai cepat dan Haaaaaap….!! aku sudah berhasil sampai di pintu gerbong kedua terakhir dan menaikinya. Aku pun duduk disitu, menunggu Gondrong dan Ujang merapat yang saat itu aku belum tau dimana posisinya, rasanya tidak terlalu lama, gerak cepatnya gondrong menyusuri lorong demi lorong kini dia sudah berdiri didepanku, sementara klakson kereta dan pluit sudah berbunyi, kereta pun mulai bergerak melaju.

Aku: “Ujang mana….?
Gondrong: “Ngga tau……kaga liat gue, coba bentar gw liat aman ga dipintu…"

Gondrong melangkahiku menuju pintu dan mengeluarkan badannya untuk melongok ke gerbong depannya…

Gondrong: “Anjriiiit…Sraak…!, kondektur yang tadi ngeliat gue…ah sueeee, ketauan kita disini….!

Aku: “aaaah abiiiis dah kita disini..!,mati aja lu ndrong dah….,! aku shock, mendengar gondrong mengucapkan itu..

Gondrong: “Halaaaaah….dah lah sekaliaan ajaaaalaah….!...F**k looo ah…..!


Aku melihat Gondrong mengeluarkan tubuhnya lagi menggelantung di pintu keretaa sambil mengacungkan jari tengah kearah gerbong terdepan, sepertinya ia mengacungkannya ke petugas tadi gerbong kami bermasalah, sambil berteriak F**k luuu!! Sesaat setelah itu ia merubuhkan badannya duduk disampingkuu….

Gondrong: “Sekalian deh Srak, sorry deh kesel banget gue, biarin deh abis-abisan dah...gue bakalan hadapin, cape banget kitaa..!

Aku tidak menjawap perkataanya, kecuali tatapan kosong menatap jendela pintu dari area toilet tempat aku duduk. Lima menit kemudian, grusaak…grusaaak, Ujang muncul dihadanku membawa dua kendi yang salah satunya adalah milikku. “Alhamdulilllah ketemu jugaa, duuh kaaang itu dibelakang ada petugas restorasi lagi ngarah kemari…..tadi sayah ngelewatin untung dia ga ngenalin sayah kaang, lagi ngarah kesini..”, ujang yang baru saja tiba langsung memberikan kabar menegangkan.

Gondrong: “Gue rasa, orang-orang itu semua pasti mengarah kesini ngejar kita..!” Tinggal dua stasiun lagi kan nih, ga jauh kan srak lu bilang?

Aku: “Sial….!, kenapa ngga mulus sih ini rencana, ada aja masalah!, kalau nasib kita baik, kita bisa sampe tujuan sebelum mereka sampe sini….” Dengerin nih, Stasiun Karang Anyar setelah stasiun Purworejo depan yang ngga lama lagi sampai ini..”


Ujang: “Kita mencar lagi…?”


Aku: “Kita mecah deeh, jangan ngumpul gini, pokoknya bertahan…kita turun di stasiun setelah stasiun depan ini..” Yuuuk gerak sekarang…!!


Keadaan kereta saat itu sedang penuh penumpang, ada yang duduk di lorong jalan gerbong juga, zaman dulu, meskipun kereta penuh, berdiri tidak mendapatkan kursi, namun tetap memiliki karcis. Keadaan penumpang tersebut sedikit membantu kami menyamarkan dan memperlambat pergerakan para petugas-petugas kereta.

Aku bergerak ke gerbong paling belakang dan duduk jongkok dekat kursi pojok, nimbrung dengan penumpang keluarga yang aku tidak kenal seolah menjadi bagian dari keluarganya. Aku mengeluarkan sarung dari tasku dan melilitkannya menjadi seperti syal di leher dan setengahnya menutupi kepalaku, demi penyamaran.

 Kali ini kami jadi buronan gerbong yang paling diburu, Jantungku kembali berdegup cepat..dag dug dag dug tak bisa tenang,…sambil zikir dan berdo’a “Ya Alloh jangan sampaikan itu para petugas ke posisi kami berada sebelum sampai ditujuaaan…”

Lampu di gerbong tempatku memang sedikit redup, dan itu membuat suasana menjadi agak mencekam, sampai-sampai tak terasa sedikit lagi kami mulai memasuki stasiun Purworejo, dan aku tidak melihat lagi Gondrong dan Ujang saat itu. Tiba-Tiba terdengar suara sedikit gaduh, aku melirik ke ujung lorong gerbang ternyata itu adalah kondektur yang sudah sampai di gerbongku……


DAG…DUG…DAG…DUG….DAG….DUG……! jantungku semakin berdegup diatas ambang wajaar..! karena aku tidak tau bagaimana nasib Ujang dan Gondrong, hatiku hanya bergumam…”Perjuangan belum berakhir kawaan…!, semoga kalian bernasib baik…..!


Meskipun sudah dengan kostum penyamaran, namun aku tetap merasa tidak nyaman atas keamananku, kereta penuh penumpang dengan lampu yang redup membantuku bergeser sedikit demi sedikit untuk menuju pintu gerbong belakangku. Kereta melambat memasuki stasiun purworejo, beberapa penumpang berdiri kemudian berjalan menuju pintu untuk turun di stasiun tersebut. Melihat penumpang yang berdiri, aku gembira sekali, aku sangat terbantu oleh mereka, akupun ikut berdiri dan jalan menuju pintu seolah-olah seperti penumpang yang hendak turun dari gerbong.

Aku mesti turun dulu ini lalu  naik lagi di gerbong yang lain, akhirnya aku turun dan celingak-celinguk mencari Gondrong dan si Ujang, apakah mereka turun juga atau tidak....Aku berjalan menuju gerbong lain yang lebih kebelakang dengan berusaha setenang mungkin. Satu stasiun lagi aku sampai ke tujuan, dan aku ingat kalau sudah mewanti-wanti ke Gondrong dan Ujang kalau tujuan kita turun adalah satu stasiun lagi setelah stasiun Purworejo, aku berharap bertemu mereka disana.

Tanpa gaduh, tanpa berlari, tanpa kepanikan, aku kembali naik ke gerbong lainnya dan duduk di tangga pintu, karena stasiun berikutnya tidak begitu jauh, hampir sama antara jarak dari Kutuarjo ke Purworejo. Kereta pun mulai bergerak kembali melanjutkan perjalanan, disini aku merasa sedikit lebih aman ketimbang gerbong tadi, hening aku melamun di tangga pintu sambil harap-harap cemas ingin rasanya cepat sampai ke stasiun berikutnya.

Kemudian kereta pun melambaat menandakan tiba di stasiun berikutnya, ada perasaan bahagia  yang teramat sangat di hatiku, saat berdiri dipintu menantikan detik-detik menapakkan kaki di stasiun setelah melewati perjuangan yang benar-benar menyesakkan.

Jeessh...jeesssh...jeesshh...jeessshh...ccciiitt..ciiit....kereta pun berhenti....!

Aku langsung melompat ke peron dan memandangi badan kereta yang memanjang ke depan mencari dan mengharapkaan Gondrong dan Ujang juga turun dari gerbong tempatnya bersembunyi....daaan benar sajaaaa...

Hahaaaaay....!! Ujang terlihat, disusul Gondrong juga, kami saling memanggil dan berlari kemudian berpelukaaaan....HAHAHAAHAHA..Kita dah pada gilaa yeeee....!

Kami bergembira dan tertawa, ketika bisa berkumpul kembali disitu, meskipun ada beberapa penumpang lain yang turun distasiun tempat kami turun itu.

Aku : "Daaah...tenang Meen, ini kampung gue, dah disini maah bisa mikirin macem-macem laah....Yok ah buruan keluar...!

Ujang: Alhamdulillah selamet Kang Gusrak, saya teh tadi diselametin sama penumpang baik banget kang, dikasih duduk pas kondektur yang nyari kita lewat...! cuma keingetan terus saya mah, satu stasiun lagi setelah purworejo, harus turun...Aah bener ternyatah...heheh

Gondrok: "Srak...bener niii kampung loo...hah..?"
Aku: "Iyaaa, Gue apaal kok bau anginnyaaa.....!"

Sambil memegang kendi  jaket dan ransel, kita berjalan menyusuri peron menuju pintu keluar stasiun, didepan tampak petugas stasiun melambaikan tanda petunjuk bahwa kereta harus melanjutkan perjalanan.

Kok tiba-tiba perasaanku ngga enak dan aneh, lain dari biasanya,..Sambil celingak celinguk kiri kanan kiri kanan….Wah ga beres nih…..sambil jalan di peron terjadi percakapan.

Ujang :  "Kenapa Kang Gusrak…?"
Gondrong : "Wooi Srak napa lo kok jadi kaya orang bego..?"

Aku : Ntar dulu nih…ada yang aneh nih stasiun..hmmm kampung gue kok napa jadi kecil gini ya? kok di tengah sawah, gelap pula.....? Perasaan Stasiun kampung gue gede ada atapnya deh…..Apa dah di rehab yah??

Gondrong.: "Wah lo srak jangan bercanda dah….Kereta dah mau jalan nih….!"

Aku: "Lu tunggu sini bentar.!"…..Langsung tanpa ba..bi..bu, reflek aku lari menuju petugas yang lagi meniup pluit sempritan yang lagi lambai-lambaiin tanda….lari kenceng banget, soalnya jaraknya agak jauh sekitar 6o meteran dari posisi kita bertiga….!

Perasaan making ngga karuan…akhirnya pas berhadapan dengan petugasnya…

Aku: "Pak Ngapura…arep takon kyeh....Lah niki stasiun Karang Anyar dudu yo pak? (Pak maaf ...mau tanya...lah ini stasiun karang anyar bukan ya)?

Petugas: Wah Dudu mas…niki Stasiun "SRUWENG"…. Stasiun Karang Anyar esih siji maning nang arep, ora adoh sih sekitar 10 menit lah……(Wah bukan mas, ini Stasiun SRUWENG...Stasiun Karang anyar masih satu lagi didepan....ngga jauh kok, sekitar 10 menitan lagi lah....)

Aku : "……(Matiiii rabbit… dalem hati) Yo wis pak kesuwun, salah mudun aku pak (makasih pak, salah turun saya)
Petugas : "Yo wis ngono melayu…Sepure wis mangkat kaeeh…." (Ya sudah sana larii, keretanya dah mau jalan itu...!)


Saat itu kereta sudah berjalan pelan bergerak meninggalkan Stasiun Sruweng……..Langsung Reflek aku teriak ke dua orang yang jaraknya lumayan dari posisiku berdiri..

"JAAAANGGG…. NDROOOONGG…NAIIIK LAGI, SALAH TURUN STASIUNNN…BURUAN LONCAT….!!"

Gondrong : "ASTAGA BIYUUUNGG LUU SRAAKK SRAAK...! Balik maniing meng Keretaaaa Setaaaaaann...!!

Ujang: "Astaghfirulloh...astaghfirulloh...Kang gondrong gimana kang..gimana kang ini kang...!
Gondrong: " Gimana..gimanaa...Lari loncaaat begoooo...! aaaaah luuu!

Bagaikan disamber petir mereka reflek langsung salah tingkah, karena posisi mereka di pertengahan peron otomatis mereka agak mudah untuk lari kecil trus loncat keatas kereta….

Nah posisi aku ada di paling buntut yang sudah betul-betul dalam posisi ketinggalan…lari mengejar gerbong paling belakang, sebagai perumpaan…Ibarat Si Rahul waktu ngejar Anjali saat mereka mau berpisah di film Kuch Kuch Hota hai…...!

Lari sekuat tenaga…Alhamdulillah…raga ini masih bisa berpijak di gerbong belakang…..

Hhuufuiiih…..selang beberapa menit kemudian Gondrong dan Ujang menghampiriku dan kita kembali ngeriung bertiga….Soal kondektur, saat itu dah tidak keliatan lagi batang hidungnya, mungkin dia lagi ngopi atau gimana kita dah ngga tau lagi riwayatnya…..Tapi tidak menutup kemungkinan kalau dia itu tiba-tiba muncul…hiiiyy!!

Gondrong: "Hadeeuh lo Srak..srak, ampun dah…untung kereta blon liwat lo dah nanya….Parah banget kampung sendiri lupa, pantesan perasaan gw ngga enak tadi..!

Aku: "Gue baru tau ada nama sruweng, stasiun baru kali yee....bau-baunya mirip, tapi napa kecil banget, agak aneh juga sih gue...!

Gondrong : "Sruweng lo salahin, dari jaman Jepang masih belo matanya juga dah ada tuh Sruweng, segala bau buat alesan...Servis idung lo tuh, nyiumin Lastri mulu sih loo...speleng tuh iduung..!

Aku: "Aje gileee sembarangan luuu ngomong kaga diedit, nyiumin Lastri....lo kata nangka disiumin, gue nyenggol doang juga pas kepepet, boro-boro nyium, perjakaa idung gueee, awas bikin gosip di kampuus lu..!"

Ujang : "Kang Gusrak tadi kalau umpama kereta kita ketinggalan…palingan kita jalan kaki ya, he..he..he…!"

Gondrong: "Lo gue jual Jang, biar jadi orang-orangan sawah tuh ngusir burung, sekalian ma kendi lo tuhh...mayan uangnya buat ngewarteg,...laper gue nih.."

Aku : "Tenang meen…slow, kali ini gue ga salah kok, sorry gue dah lama ga naek kereta, lagian kalau naik kereta kan gue seringnya dari arah Jakarta sono bukan dari arah kita ini…!"

Gondrong : "Jangan salah lagi nih…cape banget gue...beneran...

Kami bertiga pun duduk nyandar dilorong samping toileet, sambil menariik nafas panjang sedikit lega, karena beberapa menit lagi stasiun Karang Anyar sebenarnya sampai....

PRIIIIT...PRIIIIIITT....PRIT...PRIIIIIT...!!! suasana sedikit menjadi gaduh.....! terihat kondektur dari ujung memasuki gerbong tempat kami berada..!!

Astagaaaaa..Nagaaa....Sraaak, ini setan masih gentayangaan...duh biyuuuuung!! ujar Gondrong

Aku: "Buseeeeng daaah...ampuuun masih ada ajaaaaah! ini kereta setaaaan...!

Ujang : Kang gimana ini kang...Kang sini kendinya saya pegangin, Kang Gondrong sini kendinya saya pegangiin...!

Gondrong: "Gerbong Buntuut lagiiih....Wassalaam dah kitaaa..!"

Kami bertiga bergeser ke tangga pintu, kemudian duduk pasrah terdiam.....Kondektur dan pendampingnya pun tiba diposisi kami berada.

Kondektur: "Heeeeh.....Kaliaan ini Bajiingaan yaaa, bikin rusuuh, bikin onar, Nantaang lagi...Kurang Ajaar..!! sembari menarik kancing kemeja gondrong agar berdiri...

kemudian staff satunya lagi sedikit menendang, menyuruh ku berdiri dengan kaki sambil menarik ranselku...."Ini juga brengseeknya niih...Berdiiiriii kamu.."!!

setelahku kemudiaan Ujang, ditarik kerah kemeja belakangnya di seret untuk berdiri...."Taro kendinyaa...diri kamuuu...Biaang Kerok semuaaa ini...!!

Gondrong dan Aku sengaja menahan bicara, toh sebentar lagi kereta sudah melambat dan berhenti dalam hitungan yang tidak sampai 5 menit. Ujang pun berdiri namun dia menjawab...

Ujang: Pak...Saya mah ngga bikin keributan, ngga bikin onar...beneran saya mah...!
PLAAAAAAK...! tiba-tiba sebuah tamparan melesat di pipinya Ujang, karena dia menjawab, dan protes....! 

Reflek, melihat Ujang ditampar aku pun membalas dengan mendorong staff yang menyuruhku berdiri dengan kaki, sambil meninju wajahnya, namun sayang tidak mengenainya...Gondrong pun sama, reflek mendorong kondektur hingga terdorong mundur nyaris terjerembab. Terjadi perkelahian dan kegaduhan di gerbong itu, penumpang yang ada disitu pun berdiri untuk melerai kami yang saling mendorong....

Dalam suasana keruh seperti itu tak terasa kereta berhenti berhenti tiba di stasiun Karang Anyar, aku pun menarik Gondrong dan Ujang turun tanpa mengeluarkan kata-kata, kami turun sambil saling menatap tajam, berjalan menjauhi kereta tanpa berlari, dan tanpa tergesa...Aku berfikir mereka akan turun dan menangkap kami, kemudian membawanya ke kantor petugas yang ada di stasiun, ternyata tidak. 

Kami hanya saling memandang dengan tatapan permusuhan....Kemudian kami duduk dalam keheningan di tembok peron sambil terus menatap kondektur, gerbong, serta kereta sampai kemudian kereta tersebut kembali melanjutkan perjalan. Kereta pun bergerak, aku melihat kerumunan tempat kami gaduh tadi mulai terurai..terlihat kondektur tadi juga kembali berjalan kedalam gerbong, sepertinya mereka puas melihat kami sudah tidak ada di kereta Setan itu lagi....

Aku : "Heeh...gitu doang..!"
Gondrong : "Yeeeaaaaaayyyy....kitaaaa sampeeeee meeeen...!! tiba-tiba gondrong berteriak dan memeluk Aku dan Ujang....kemudiaan memegang pipi Ujang.. "Hahah...Jang enak ga pipi lo ditabok kondektur...!

Aku: Yang ribet kitaa, yang ditabok Ujang......hahahaha Aku jadi tertawaaa geli, apees banget lo jang! Daah jangan dipikirin, ntar sampe kampung rumah kampung gue, gue beliin salep 88 biar anteng tuh pipi...hahahah

Ujang: "Tega banget siih, sayah dah selametin kendi juga masih diledekin...!
Gondrong : Lo makanya, lagi kondisi gitu jangan nyolot...dieem ajaa, dicium dah tuh pipi..panas kaan.!

Kami bertiga yang tadinya tegang dalam tensi yang memanas, kini sudah kembali riang, dan segera mengambil sikap untuk melanjutkan perjalanan selanjutnya.

"Seumur perjalanan gue hidup sampai sekarang, inilah perjalanan naik kereta dimana setiap waktunya diliputi rasa takut dan capek yang luar biasa dan bahkan sampai ketempat yang tidak jelas pula." bener-bener kereta setan, Gondrong berbicara sambil berjalan kearah pintu keluar stasiun.

Waktu menunjukan pukul 21.00 wib, dari stasiun kami harus berjalan kaki menuju Pasar Karang Anyar yang kira kira jaraknya sekitar 1,5 KM melewati jalan aspal gelaaap, yang kanan kirinya sawah, sungguh gelap dan sepi sekali suasana malam itu.

Aku: "Kita mesti jalan dulu nih ke pasar ngga papa ya, disana ada pangkalan ojek mangkal, biasanya ada yang gue kenal lah tetangga kampung yang narik malem. Nanti kita bayarnya dirumah mbah gue aja, ntar gue coba pinjem duit dulu buat kita nyambung hidup." 

Letak kampungku masih harus menempuh perjalanan 7 KM dari pasar Karang Anyar dengan menggunakan ojek, melintasi tebing, bukit, sawah, pekuburan dan sebagainya.

Ujang: "Ngikut aja lah kang, kemana ajalah yang penting bisa tidur sama makan ini euy,...Persib euy lapeer..

Gondrong: "Srak, kok gelap banget ya itu jalanannya...?

Aku: "Iya emang ini doang jalan yang deketnya, kalau yang agak terangan mesti muter lagi jauh...

Gondrong: " Ya udahlah....ngikut ajaa.."

Baru saja 5 menit kami berjalan menembus kegelapan malam meninggalkan stasiun, terlihat dari kejauhan lampu motor yang banyak sekali terlihat seperti bergerak ke arah kami...Aku pikir hanya aku yang melihat, ternyata Ujang dan Gondrong melihat hal yang sama.

Ujang: "Kang itu kaya rombongan motor kesini yaa.....banyak euy..!"

Gondrong: "Srak, Firasat gue ngga enak niih....Kaya geng motor yaaa, iya bener Sraak geng motor itu.....

Rombongan geng motor, mulai terlihat dekat dengan kami. Suara bisingnya dari motor RX King, dan Yamaha lainnya saat itu mulai terdengar dekat sekali.

Aku: "Gue ga bawa apa-apa nih buat bertahan kalau ada apa-apa, cuma kendi nih....Ndrong..Jang, kalau keadaan memburuk ribut kita musti mertahanin diri, lawan sekuatnya aja ya....Firasat gue ngga enak juga." 

Ujang: "Kang Gusrak gimana, ini gelap banget di tengah sawah gini..."?

Aku: "Ya lo kalau ngga ngelawan untuk nyelametin diri lo sendiri gimana mau nyelamatin yang lain" berdo'a aja semoga gada apa-apa...

Geng motor yang jumlahnya lebih dari 10 motor malam itu tiba di tempat kami berdiri, kemudian mereka berputar melingkari kami dengan motornya sambil memainkan gas dengan bisingnyaa...Kami dikelilingi lebih sekitar 20 orang yang berboncengan...Terus terang, bulu kuduku merinding, ngga percaya harus ngalamin yang kejadian seperti ini, setelah rangkaian panjang kereta setan tadi...masa iya harus berdarah darah.

Geng motor tersebut yang mengitari kami berhenti, salah seorang  yang dibonceng diatas RX King rambutnya paling gondrong, dengan badan yang sedikit besar, perawakannya seperti kuli sambil merokok, aku duga dia adalah keta gengnya. Sedangkan temannya yang membawa motornya memegang botol bir, sambil sesekali menenggaknya.

Gondrong: " Srak, maju dulu lu srak, ini kan kampunglu, gue dibelakanglu", gondrong membisikikuu.

Ketua Geng: "Cah ngendi kowee... Karangmiri....haah...!" (anak mana kamu...karangmiri bukan..?) dia bertanya persis hanya 3 langkah di hadapanku.

Aku: "Dudu, Cah sekolah nyong, mahasiswa kan Kulon...ora tau karangmiri..! (bukan, anak sekolahan saya, mahasiswa dari jakarta, ngga tau saya Karangmiri)

Ketua Geng: "Arep ngendi kowe...? (kamu mau kemana?)

Aku: "Meng mggone mbaeh dolan"(mau kerumah mbah main)

Semakin kencang dan mencekam suasananya, semakin keras juga aku mencekik leher kendi, sewaktu waktu dia maju melakukan serangan ini kendi tinggal siap menghantam kepalanya....

Ketua Geng: "Ngene nyong deleng disit...aja lombo kowe.."! periksa kabeh kae...(Sini saya liat dulu periksa, jangan  bohong kamu) sambil merintah ke pasukannya untuk memeriksa dan menggeledah kami dan bawaan kami.

Aku, Gondrong dan Ujang terdiam hening, dan membiarkan mereka menggeledah dan memeriksa bawaan kami.......sekitar 10 menit kemudian, semua barang kami di kembalikan, bahkan dompet juga...Ternyata mereka sedang mensweeping mencari seseorang, yang entah siapa yang dicari.

Ketua Geng : "Wes..ngono melaku....!" (dah sana jalan!)
Aku: "Kesuwun"

Ketua geng itu kembali ke motornya, diikuti pasukannya meyalakan kembali sepda motornya lalu, bergerak jalan meninggalkan dan menjauhi kami....

Aku;.."Gilla..gilaaa....gilaaaaaaaaa....adaaaaa aja daah...! huuufhhh Ya Alloh, alhamdulillah gada apa apa....Ndrong strenght gueee...kenapa mesti ada yang gini gini siiih...huuuffhh legaa guee

Gondrong: Haaaaaaaah....sraaak, gw dah tahan tahan nafas tadi kebayang rumah, kalau mesti berantem disini....alhamdulillah, Alloh nolong kitaa....

Ujang: "Sinih Kang kendinya saya bawain lagih.....Persib euy..legaa"

Kami pun melanjutkan jalan kaki menuju ke pasar, sesampainya di pasar aku segera mencari pangkalan ojek dimana biasa tempat tetangga mbahku mangkal. Dan benar saja, "Alhamdulillah apa yang ada dalam pikiranku benar adanya, ada yang mengenaliku kemudian mempersilahkan kami menaiki motornya dengan 3 motor, kami diantar sampai ke rumah mbahku di desa Karang Maja Kebumen.

Sampai dirumah mbahku, kami beristirahat, makan dan sebagainya, karena sudah larut aku menunda menceritakan semua pengalaman dan kejadian yang terjadi  yang mengakibatkan aku sampai ke rumah mbah. 

Esok harinya, pagi begitu cerah suasana di rumah mbahku, sambil sarapan menikmati teh panas dan bubur sum-sum serta pisang goreng aku menceritakan semuanya kepada mbah dan sanak familiku dikampung saat itu yang sedang berkumpul karena kehadiranku. Desaku ini terpencil ekonominya sehingga bisa dibilang susah, aku fahami kondisi keluargaku disana yang sulit ekonomi saat itu, sedangkan aku harus meminjam uang untuk membeli tiket kereta serta ongkos pulang.

Akhirnya setelah mengutarakan niat, pamanku menolongku dengan menjual satu ekor kambingnya kambingnya, dan uang nya untuk kami gunakan ongkos pulang. Sebenarnya aku sangat malu saat itu, namun apa daya, sepahit pahitnya keadaan musti aku sampaikan. Dan jika ada rejeki nanti aku bisa kembali lagi denngan membelikannya lagi seekor kambing atau mengganti uang pamanku, meskipun pamanku tidak menganggapnya sebagai hutang. Karena memang situasi saat itu merupakan situasi yang bisa dikatakan darurat.

Alhamdulillah, dengan berbekal bantuang uang hasil penjualan kambing tersebut, kami bisa membeli tiket kereta menuju jakarta, bahkan kami diantar sampai stasiun oleh sudara-saudaraku iring-iringan yang sangat membuat kami terharu. Dari balik jendela kereta kami melambaikan tangan berpamitan kepada pamanku yang mengantar sampai ke peron, kami duduk normal sbagai penumpang kereta yang normal.

Gondrong: "Srak ini Kereta Setan lagi bukan....?" heheheheh

Aku: "hehehehe...ini kereta Malaikat meen...!

Ujang: "Kereta Persib euuuy...edaaan...!

Perjalanan pulang menuju jakarta pun berjalan dengan lancar dan tenang, sampai pada akhirnya tiba di Stasiun Jatinegara, saat itu adalah momen berpisah paling bersejarah buat kita dimana kami telah melakukan perjalanan paling panjang dengan sekelumit warna-warni masalah didalamnya.., kami saling berpelukan, bersalaman dan berpamitan untuk kembali ke habitatnya masing-masing...

Ketika berpencar, aku masih menoleh kangen kepada dua orang sahabatku itu...dan berteriaak...

WOOOOOOI.....!! Masiiiiih Utaaang Kambiiing Lu Berduaaaaaaaaa...!! hahaha!!


_Tamat_













33 komentar:

  1. Kocak sekaligus menegangkan. Dodol tasiiik hahahah..

    Difilmkan keren nih Mas..Film Dono aja kalah niih wkwkwkw..Ceritainnya juga ngalir banget, ngerasain banget tegangnya, keselnya, capeknya..Indeed, you are very good in story telling. Keren! Proud of you, Mas Gusrak!!😂

    BalasHapus
  2. Akhirnya mereka bisa pulang juga walaupun kudu ngutang kambing.

    https://www.ceritamaria.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. untung ada kambing yg bisa dijual...kl ngga ada, Ujang dijual dah..heheh

      Hapus
  3. Kok saya bacanya ngos2an yak.. main petak umpet gitu.. hahaha..

    BalasHapus
  4. Juara banget true story kereta setannya. Aseli 'nyebelin' ga bisa nafas sebelum selesai bacanya. Ikut deg-deg an pula serasa jadi salah satu tokoh ceritanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. mba tuty berdebar-debar...hehehe saya yg nulisnya lagi juga berasa

      Hapus
  5. Juara banget true story kereta setannya. Aseli 'nyebelin' ga bisa nafas sebelum selesai bacanya. Ikut deg-deg an pula serasa jadi salah satu tokoh ceritanya.

    BalasHapus
  6. ingat utang kambingnya..sudah dibayar belom? hahaha
    Ini cerita bisa jadi naskah sinetron atau drama komedi nih.
    Keren!

    BalasHapus
    Balasan
    1. kambing keikhlasan....iya, pingin bgt ada yg nyulik ini cerita dijadiin film

      Hapus
  7. Ini pas tiketnya masih warna merah kecil segi empat? Kisahnya, asli luar biasa dan kocak full

    BalasHapus
  8. Hahaa... kena deh.. kirain kereta setan beneran, ternyata...

    BalasHapus
  9. Zaman itu sudah ada geng motor ternyata, di kampung, lagi hehehe...
    Kayaknya uangnya sisa banyak deh, kalo sampai jual kambing buat ongkos ke Jakarta

    BalasHapus
  10. Ternyata setannya serem banget.
    Kocak abis..bikin yang baca merasa ada di dalam gerbong menyaksikan langsung.

    BalasHapus
  11. Seru banget bacanya. Ikutan deg degan cemas duuuh... Ini tuh beneran psngelaman nyata penulis.. masih ga percaya Naik kereta bisa sedrama ini. Suka ceritanya.

    BalasHapus
  12. sambil ngebayangin mereka lari-larian di peron.
    wkwkwk seru seru
    persib euy
    https://helloinez.com

    BalasHapus
  13. Aakk.. aku bacanya ikutan deg-degan.. dasar cerita setaannnn!!! Tapi pengen ngakak juga, dosa nggaK hehe

    BalasHapus
  14. Aduh, ketipu nih. Dikira cerita setan beneran... fiuh..

    BalasHapus
  15. Ikut deg-degan baca petualangan trio ini. Emang bener deh itu kereta setaaan, bikin panik aja

    BalasHapus
  16. Ya ampuuun aku sukaaaaaaaa, seru pengalamannyaaa ah

    BalasHapus
  17. Baca ini campur aduk perasaan, deg-degan, kesel, lucu,lega semuanya deh. Beneran kayak di film ini kejadiannya.

    BalasHapus
  18. Ya Allah akhirnya terjawab juga kereta setan nya.. kirain genre ceritanya horror ternyata full komedi.. duh ngakak banget..

    BalasHapus
  19. Fine... Endingnya... Hmmm... Apa kabar kendi yg di bawa... Gak nyampe jakarta ya,,,?
    Gw jadi penasaran mau kenal ma yg namanya gondrong n ujang...karna si gusrak udah buat mereka jd luar biasa... Yaa komitmen utk jd ketua perjalanan balik jkrta itu luar biasa...terlihat mas gondrong n mas ujang setia kawan...
    Dan tetap lah bersyukur di manapun kita berada pasti akan ada org baik yg akan membantu kesusahan. Toh yang Maha pencipta... Sesakit sakitnya jalan petualangan hidup kita ttp akan ada takaran indsh pada waktunya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kendi tetap terbawa sampai di Jakarta meskipun Bocor hehehe, Gondrong fotonya ada di Head Profile FB saya bagian atas, yang fotonya lagi depan Api unggun..sedangkan ujang, sampai saat ini kehilangan kabarnya.

      Hapus

FOLLOW US @ INSTAGRAM

Popular Posts

agusonpapers. Diberdayakan oleh Blogger.

Facebook