![]() |
photo: agusonpaper |
Sore
di Kalimati
Namaku wildan, setiap aku berada dalam sebuah
obrolan di mana di dalamnya terucap kata mahameru atau kalimati, otakku
langsung kembali mengingat dimana ruang hampa yang aku temui saat dahulu berada
disana. Ruang yang berada diantara hamparan luasnya kalimati, disana aku
menemuinya…Dada yang sesak, tenggorokan yang berat, degup jantung yang berdetak
cepat, serta udara yang sangat sulit untuk dihirup.
Mayang, dia salah satu wanita dalam rombongan
kami yang melakukan pendakian saat itu. Dia lebih daripada sahabat, aku sangat
menyukai dan menyanyanginya, lembut, hangat,
baik pribadinya serta manis parasnya. Hampir setiap hal apapun aku berusaha
memberikan yang terbaik saat dia membutuhkan pertolongan maupun bantuanku dalam
keseharian meskipun kami berbeda kota. Pendakian mahameru adalah pendakian
gunung tinggi pertamanya, bersama kekasihnya yang bernama Dirga, kami bersama
dalam satu tim rombongan yang berjumlah kurang lebih 20 orang dalam pendakian
itu, sedangkan aku sendiri menjadi salah satu dari tiga leader dari tim pendakian tersebut. Dalam hatiku yang bergumam untuk mayang, aku bertekad
untuk berupaya melindungi dan membawanya sampai ke puncak dalam pendakian itu,
karena aku tahu mahameru adalah impian yang sudah lama dia harapkan.
Sore menjelang maghrib, hari dimana malamnya
kami akan melaksanakan summit attack, aku
memisahkan diri keluar dari kerumunan tim yang sedang melingkar beristirahat
menanti datangnya malam, di antaranya ada yang memasak dan membereskan
perlengkapan, sambil aku memberitahukan ke rekanku Danang, bahwa aku akan
mengambil air ke sumber mani, untuk persiapan cadangan darurat summit tim. Danang pun mengangguk tanda
mengerti sambil memberikanku jalan dari kakinya yang sebelumnya menghalangi,
kemudian akupun bergegas menyiapkan wadah dan kemudian bergerak, tanpa
mengundang perhatian tim.
Tiba-tiba muncul suara dari belakangku…“Wildan…mau kemana, ini dah mau gelap….! Mayang
memanggilku,
Aku yang sedikit agak kaget pun menoleh…
Aku : Loh..May,
ngapain kamu disini ngikutin aku…kembali ke tenda sana, Dirga nyariin kamu
nanti..!
Mayang : Willdan... sejauh ini jangan fikir
aku ngga merhatiin kamuu…aku membutuhkan kamu, aku ngga mau kamu kenapa-napa…!
Aku : Hmmmm….Dasar
perempuan aneh kamu May,! Ada pacar sendiri masih khawatirin orang laen….!
Mayang : “Bodo…,
kalau kamu ngga ngasih tau mau kemana, aku akan ikutin kamu..!
Aku : “Haduuuuuuh…nih
cewek satuuuu…., Okay, aku mau ambil air buat cadangan, buat backup kamuuuu
juga! Faham! Sebaiknya kamu balik ke tenda, inget mayang, ada orang yang
sangat mengkhawatirkan kamu di sini tau ngga! dan soal air, ini adalah
tugasku….buruan kembali sana!
Mayang : “Baiklaaah…”Wil,
kamu tidak perlu menjadi hero di sini, dan di tim ini..”, sejauh ini kamu dah
cukup menjadi Hero buat aku…!
Aku : Aaaaaah
bawel…!
Mayang pun membalikkan badan kembali ke tenda
dan kerumunan, aku masih memandanginya sampai beberapa langkah ketika ia
menjauhiku…
Mayaaang…! Aku tau kamu itu rentan banget sama dingin,
dan males makaan..siapin SB mu di dobel dan paksa kenyangin perutmu sekarang
sebelum tidur yaa, biar nanti malam kamu sehat….! Ujarku memanggilnya sambil
berpesan.
Mayang : “Jieeee…jieee
perhatiaan jugaa rupanyaaa diam-diaam…ahaaay!”, jadi yang khawatir sama
aku...dirga atau tau tau tau….! dia
menjawab sambil meledekku..
“Tauk
ah, siaal!…….sambil menjulurkan lidah
tanda kesal, aku pun melenggang lanjut menuju sumber air untuk mengambil air.
Sumber Mani adalah satu-satunya sumber air
yang terdekat dan terbaik di kalimati gunung semeru. Airnya gemericik memancur,
bersih sekali, bening dan sangat dingin. Ketika bersentuhan dengan kulit seolah
syaraf yang menghubungkan jari dengan ubun-ubun dan telapak kaki langsung
terkontraksi. Berada di sebuah lembah yang dalam, hening dan senyap, hanya ada
wangi hutan dan lembab kabut disana, sekeliling mata memandang hanyalah pinus
dan hutan lebat dan rapat, aku sempat berada lumayan lama disana, untuk sekedar
merekam kedalam otakku suasana keindahan dan keasrian lembah hijau yang lembab,
dengan suara gemericik air yang sendu, sambil sesekali menggigil karena
dinginnya suhu disana. Luar biasa, melalui kesunyian seperti ini saja sudah
bisa membuat ku terpesona dan bangga atas alam dari negeriku yang salah satunya
ada seperti ini. Aku mengambil mengambil air secukupnya disana dan
mempersiapkan untuk sebagai cadangan darurat selain daripada air yang sudah
tersedia di tempat tim kami menenda.
Malam
Menjelang Summit Mahameru
Setelah mempersiapkan segala sesuatunya di dalam
tendaku, kemudian berkoordinasi dengan dua orang rekanku Danang dan Fariz,
Karena summit saat itu dibagi menjadi tiga
kelompok kecil, dimana masing-masing kelompok akan di pimpin oleh Aku, Danang
dan Fariz.
Satu per satu tenda terbuka dan peserta
pendakian keluar dalam keadaan siap, berjaket, senter, dengan botol minum di
kantongnya. Dari 20 orang peserta yang mendaki hanya 15 orang yang akan melakukan
summit, selebihnya memilih tinggal di
tenda dan salah satunya adalah dirga yang memang saat menjelang kalimati dia
memiliki masalah dengan lututnya karena cedera. Saat itu aku melihat mayang dan
dirga seperti ada perdebatan kecil sambil berdiri di antara tendanya yang
terpisah, namun aku tidak memedulikannya, meskipun aku sangat berharap mayang
tetap melaksanakan summit meskipun
tanpa dirge. Lagipula, sepertinya pikiranku akan berkecamuk memikirkan banyak
hal, kalau pada akhirnya mayang tidak ikut, mau ngapain mereka di kalimati
sampai pagi tanpa adanya aku dan leader lainnya di tim ini…huuuftt…! wanita memang sangat mengganggu pikiran, meskipun coba
untuk tidak dipikirkan.
Dirga : “Bang wildan…!” jagain mayang ya, titip mayang dia bersikeras pingin summit…biar dia masuk kelompok lo aja, jangan ke timnya bang danang atau fariz…
Aku : “Lo
fix ga ikut?,” kalau lo mau coba naik dulu tetep gue bantu kok, kalau dah
ga sanggup ya turun lagi, tetep gue anterin, selow aja…
Dirga : “Ngga
usah lah…nyusahin tim malah, gapapa biar gue istirahat aja disini, biarin
si mayang, anggap aja dia mewakili gue dan hati gue untuk sampai diatas sana.”
Aku sengaja sengaja tidak menatap mayang saat
itu, sekilas yang ku lihat raut wajahnya yang seperti kesal atau kecewa karena
dirga tidak bersamannya saat summit,
mungkin impian-impian mereka berdua untuk berada dipuncak berdua kandas oleh
keadaan.
Setelah semuanya siap, perjalanan summit pun dimulai…Mayang dengan tas
kecilnya mulai bergerak dalam kelompok kecilku, masih dengan wajah murung dan
tidak bicara, akupun enggan untuk memulai pembicaraan dan menanyakan apapun ke
dia, namun aku sudah mempersiapkan yang terbaik untuk mayang agar dia sampai ke
puncak dengan maksimal.
Jarak antara orang perorang dari timku serta tim
yang lain sudah renggang dan terpisah, satu jam kemudian kami melewati pos arcopodo,
dan langsung lanjut menuju kelik batas vegetasi dan masuk ke cerukan jalur
pasir tanda medan pendakian sesungguhnya dimulai. Antara tim satu dan tim lainnya
diantara kami sudah putus komunikasi, masing masing sudah fokus dengan rekan
timnya, kemudian satu jam selanjutnya jalur sudah menapaki pasir yang berat
sekali, setiap empat kali melangkah selalu merosot dua langkah, sangat
melelahkan. Saat itu aku ingat pasir dan kemiringannya mirip pasir merapi, tapi
semakin melangkah keatas, aku mengakui pasir mahameru ini sulit dan melelahkan
sekali diantara pasir di gunung merapi.
Dari kalimati memang sudah tak terhitung sudah
beberapa kali aku menghentikan perjalanan untuk berhenti istirahat, suhu dan
hawa saat itu memang sangat membuat mata ngantuk di samping juga karena
kelelahan. Akupun mengarahkan tim ke sebuah cerukan pasir lalu bersandar
disana, disitu aku menyuruh timku beristirahat sambil mengawasi serta
mempertahankan suhu tubuh mereka, aku terus memperhatikan kondisi setiap
gerakan wajah, mata, dsb, agar terhindar dari gejala hypothermia. Saat mereka
tidur aku berpindah ke sebuah cerukan batu, di antara tanjakan pasir yang agak
sedikit datar, disana aku membongkar daypack, kemudian memasak minuman hangat
dan makanan ringan. Kemudian aku memberikan ke
orang dalam kelompokku yang kelelahan yang duduk tidak jauh didepanku,
kemudian terakhir adalah mayang yang duduk di sampingku. Di situlah aku memulai
pembicaraan dengannya, di mana sebelumnya komunikasi hanya sekedar isyarat saja
untuk mengarahkan arah jalan.
“Kamu
minum nih, dan makan ini juga..,”
kalau kamu masih ingin punya cerita atau menceritakan soal puncak mahameru ke
dirga, atau orang lain yang ingin kamu mau ceritakan kelak, atau mungkin juga
mewujudkan mimpimu sejak lama gituu..!”
“Aku
akan antar kamu sampai kesana sesungguh-sungguhnya…”namun jika memang kamu mau kembali ke
kalimati, ke tendamu untuk menemani dirga, meskipun sudah sejauh ini pendakian
kita…aku juga akan tetap mengantarkanmu turun sampai sana agar perasaan kamu
lebih tenang, dan tidak berdiam diri seperti ini terus…! Inget tadi pesannya
Dirga kalau kamu mewakili dirga, dan aku dititipnya untuk menjagamu…” Ujarku
sambil menyodorkan susu panas dan roti ke tubuhnya…
Mayang : “
Makasih yaa……I’m fine!
Kemudian Mayang menghabiskan minum dan
makanan yang kuberikan, lalu setelahnya kami melanjutkan pendakian menuju
puncak mahameru meskipun dengan lambat dan tertatih. Akupun membereskan
perkapku kembali kedalam tas dan melanjutkan perjalanan….srasaat srosoot
srasaat srosoot…injakan pasir yang sulit untuk di tapaki, lelah sekali, kami
mendaki tanpa suara…begitu hening…
Pasir
Mahameru
Aku melihat jam menunjukan pukul 03.00 wib, kelompokku
masih dalam upaya pendakian, mayang hampir dari terakhir kami istirahat makan
ia tidak bersuara, ia sangat konsentrasi dengan nafasnya, dengan langkahnya dan
dengan pengaturan air minumnya, juga dengan ketahanan tubuhnya menahan
dingin…Sampai pada titik di tengah jalur pasir, kondisi saat itu sangat lelah,
tanda-tanda puncak pun masih jauh sekali, sedangkan fisiknya saat itu sedikit
demi sedikit mulai turun. Untuk ketiga orang timku yang lain masih tetap
melanjutkan pendakiannya karena fisiknya tidak terganggu. Di awali dengan kantuk dan juntai saat melangkah, aku mengarahkan
mayang ke balik batu untuk menghindari angin lembah yang sangat besar dan
dingin. Mayang duduk bersandar di situ, sambil terengah-engah menahan lelah serta
mengatur nafasnya. Diantara debu dan lalu-lalang pendaki yang melewati posisi
kami, satu-satunya hal yang bisa aku lakukan terhadap mayang adalah menenangkan
dan memotivasinya.
Aku duduk disampingnya, berdiri lalu duduk,
berdiri lagi memperhatikan kondisinya sampai kembali tenang, sambil menggerakkan
badan untuk menghangatkan tubuh, sesekali bernyanyi, sesekali puisi, sesekali
teatrikal jadi naruto, sinchaan…(salah satu cara mengatasi dingin adalah
bergerak dan bersuara).
“Wildaan..!
kamu itu berisiiik tau ngga…! Noraak ih..!” Teriak mayang kepadaku…
“Eeeeh…..kamuuu
yaa, ini aku lagi ngehibuur kamuuu tau ngga…biar kamu ngga mati cemberuut! Jawabku… ya sudah sekarang gini, aku kasih
pilihan nih, mau turun apa lanjutt?
Huufftthh….akhirnya aku memberikan dua pilihan kepadanya
saat itu, karena melihat waktu yang semakin pagi dan masih jauh dari target
puncak…! aku bicara sambil menunjukan telunjuk ke wajahnya….
Sesaatnya aku pun duduk kembali di sampingnya
menghadap langit mahameru malam itu yang cerah, terhampar kalimati yang
terpancar cahaya bulan, serta terpaan debu pasir yang tertiup angin… malam itu
sangat indah, bintang bersinar terang sekali bahkan rasi-rasinya membentang dan
tampak sangat jelas…
Aku mengarahkan telunjuk ke langit sambil
berbicara ke mayang…
“Mayang…lihat deh, kalau kamu suatu saat akan
bercerita soal keindahan yang kamu miliki dari negeri ini di waktu malam, kamu
harus ingat malam ini, di pasir mahameru ini…anginnya, debunya, hamparannya
yang seluas ini, dan kamu liat wajah-wajah itu yang sedang berjuang hadir
disini dengan tujuan yang sama dengan kita…merasakan indahnya alam yang
tergambarkan dari sini, kamu harus
sampaikan dan ceritakan ini pada dunia…sinar terang langitnya luar biasa!
“Tuuh…lihaaat
ada rasi bintang pari, andromeda, aquarius, dan rasi mayang dan Kura-kuraa….”
Mayang :…”Ngacooo,
mana ada rasi bintang aku dan kura-kuraaaa…Halusinasi kamuu daan…! mayang
memukulku sambil tertawa kecil dan kemudian menangis menumpahkan air mata….
“Wildan, kamu mungkin ngga tau apa yang
hatiku rasakan saat ini, berkecamuk…! entah
di mana saat ini hatiku berada, apakah ada pada dirga, pada mahameru...atau ada
pada perjalanan ini…..”kamu itu baiiiik
sekali dan aku tidak bisa menahan lagi untuk mengatakan kalau ternyata hatiku
sangat menyayangi kamuu wildaan..!” sambil menangis sesenggukan mayang
mengucapkan itu dan kemudian memelukku kencang sekali di atas pasir dingin bisu
mahameru dibawah bintang yang gemerlap malam itu …
Gleeek..Jleeeb..duaar!! Seperti ada bintang jatuh di sampingku
membentur batu….Aku diam seribu bahasa dengan hati yang stuck..! sambil membiarkan tangisan mayang tumpah sampai ia
melepaskan pelukannya…Deg..degan...bingung
dengan apa yang disebut cinta dan rasa, diatas ketinggian yang orang
menyebutnya mahadewa…pasir mahameru dini hari dalam baluran pasir yang tertiup
angin ke tubuhku.
Aku : “Baiklah,
kalau sekarang sudah lebih plong perasaanmu.…makan dulu ini, dan minum sekarang
ya,!” kita lanjutkan, kita tuntaskan pendakian hingga ke puncak…kita susul
yang lainnya, aku akan membantumu sampai kesana, sambil menyodorkan roti dan tumbler air minumku kepadanya. Dalam
hatiku masih terngiang memikirkan apa yang mayang ucapkan barusan.
Tak lama berselang kami melanjutkan pendakian
dengan tertatih-tatih, di mana aku sambil berulang kali memotivasi, kadang
menarik, mendorong, memberikan air dan begitu seterusnya. Aku tidak melihat ketiga
anggota kelompokku yang lain, namun sepertinya mereka sudah lebih dulu sampai
di puncak. Tenggorokanku sudah pahit sekali dan kering rasanya, aku mengatur
pola minumku dengan sisa air yang kumiliki di tumbler yang terpasang di pinggang, meskipun aku memiliki air
cadangan dalam daypackku, namun sengaja aku maksimalkan untuk mayang dan juga
untuk ketiga anggota kelompokku jika mereka darurat membutuhkan air.
Akhirnya…..Alhamdulillah pukul 06.150 wib
pagi, mayang dan aku menginjakkan kaki di puncak mahameru, aku tak perlu banyak
menceritakan apa yang ada di puncak kecuali indahnya lukisan alam yang maha
dahsyat, terukir dan tergambar sempurna menembus retina seolah saat menatapnya
membuat kosong pandangan dan berhenti bergerak tubuh ini sesaat, melihat
mentari pagi yang membias punggungan pasir serta hijau dan keemasan hutan
kalimati di bawah sana, gulungan-gulungan awan yang terpintal seperti kapas,
terajut panjang membentang menyisakan penampakan puncak-puncak gunung di sekitarnya
yang hanya tampak pada ujung-ujungnya saja, ditambah bau khas belerang yang
menguatkan wangi sebuah puncak, bunyi gemuruh serta tarian asap letupan dari
kawah jonggring seloka diatas mahameru
saat itu. Pasirnya, bebatuannya yang dingin, banyaknya aura semangat dan senyum
para pendaki yang terbius oleh candu alam membuat rasa cinta yang begitu dalam
atas bumi Indonesia, tanah air yang memiliki aset keindahan syurga dunia
melalui gunung semeru ini, sungguh
dengan penuh rasa syukur…!
Aku melihat mayang tak bersuara ketika sampai
di puncak, karena tingkat keletihannya yang sangat, lalu aku mendekatinya
sambil memberikan senyum terbaik karena aku bangga bisa membawanya dan
mewujudkan impiannya, terlepas dia mendaki untuk mewakili siapa dan untuk
siapa. Mayang membalikkan tubuhnya dan melihatku, ia berlari ke arahku kemudian
memelukku kembali dengan eraat sekali….sambil sesekali mengadah menatap mataku
dengan airmata yang basah di mata dan di pipinya..
“Terima
kasih wildaan…terima kasih…buatku ini adalah hadiah terbaik dan terindah atas semua
keindahan dan atas tumpah semua rasa yang ada di hatiku,…aku ingin
mengatakannya kepadamu wildaan yang baik, yang selalu berusaha hadir dan ada
untukku selama ini, Aku bukan hanya membutuhkanmu dan menyayangimu…Akuuu
mencintaiii….muuu…wildaan…!”
Saat itu, sama seperti saat berada di tengah
pasir mahameru malam tadi, aku hanya tetap merasakan rasa yang menohok, entah
bagaimana menceritakannya, bagaimanapun mayang merupakan kekasih dirga, dan dirga
juga sangat mencintai mayang…aku hanya berupaya baik karena aku menyayanginya
lebih dari sahabat dan aku senang saat melihat dia bisa melalui berbagai
masalah, begitu juga saat melihat dia merasa bahagia. Aku pun membalas
pelukannya dan kemudian kami berdua tertawa lepas merayakan kegembiraan saat
itu, sampai tak lama kemudian aku bertemu dengan ketiga anggota kelompokku yang
lain, yang ternyata benar mereka tiba lebih dahulu di puncak mahameru. Kami pun
mengobrol dan beristirahat, kali ini mayang sudah lebih ekspresif ceria, dan
lepas, bahkan saat itu gantian dia yang repot membuatkan masakan dan minuman hangat
untukku dan ketiga orang lainnya dengan
penuh semangat.
Disela-sela perbincangan aku membuka ponselku dimana di dalam noted aku
pernah menyimpan sebuah puisi yang ditulis oleh seorang pujangga sastra yang juga
penulis buku prasasti hati ketika ia berada di puncak semeru. Aku mencoba
meresapi setiap makna dan rasa dari puisi tersebut, ternyata kedalaman rasa
yang ia rasakan saat menulis puisi tersebut aku bisa benar-benar bisa
merasakannya... Bahkan aku membacakannya dengan keras puisi ciptaannya itu
dihadapan tim kecilku dan para pendaki yang ada disekitarku, termasuk dihadapan
Mayang.
“Ketika verbal terucap sebagai bahasa… tuturnya
lembut seperti mengalun tulus… mendayu-dayu mengalir melewati sentuhan…yang
rasanya hangat seperti pelukan Bunda.. Kalau
saja cahaya aurora dan bintang bisa dipetik…Maka telah kukantungi beberapa
bilah daripadanya…Yang menyala menerangi pasir malam. Baru sekejap bulan
diatas kepala…Waktu begitu cepat mengetuk, kemudian menggesernya dengan matahari…
Letupan pertama mengoyak jiwa…Namun mata terus mengejar rasa, setapak dan
setapak… Mahameru diantara abadinya puncak dewa…Dengan riuh jonggring seloka
bersama cinta.. –agussetiawan-
Kami sungguh-sungguh menikmati dan
memaksimalkan keberadaan kami di puncak saat itu. Setelah menikmati puncak, recovery tubuh, dsb…kulihat jam
menunjukkan Pukul 09.00 wib mendekati batas waktu warning berada di puncak mahameru, sebelum turun, kelompokku
menyempatkan berfoto dan berpamitan meninggalkan senyum kepada kawah jonggring Seloka. Ini nusantaraku,
terima kasih Ya Rabb Kau mengizinkan takdir-Mu untuk kami sampai disini dan
pastinya semua ini tidak akan mungkin bisa dilupakan. Kami pun menuruni kembali
pasir mahameru, kali ini dalam keadaan yang terang disinari matahari, aku masih
tetap berada persis dibelakang mayang untuk menjaganya agar tidak jatuh maupun
terluka, terus turun perlahan sambil bercerita ringan, kebalikan saat mendaki
yang penuh dengan keheningan. Sesekali ia terjatuh dan kemudian bangkit
menggapai dan menggenggam erat tanganku, pijakan-pijakan pasir perlahan
menyampaikan kami melewati batas vegetasi kelik, dan kemudian melewati arcopodo.
Ruang
Hampa Kalimati
Perasaan ku sedikit gelisah dan berkecamuk
saat melewati arcopodo menuju kalimati, dimana sesaat lagi mayang yang beberapa
saat lalu lepas dengan semua perasaan dan paras manisnya bersamaku kini kembali
pada kekasihnya, saat itu jarak antara mayang dan aku hanya terpaut 5 meter
saja. Sesaat menjelang kalimati, sudah berdiri dirga dan beberapa teman
lainnya, yang sudah berdiri menunggu dan menyambut kekasih yang sangat di cintainya
mayang yang berhasil mencapai puncak mahameru dengan baik dan membanggakan…Dirga
menyambutnya dengan pangiilan sayaang, dengan air teh hangat dan makanan
ditangannya yang akan diberikan ke mayang, meskipun mayang menerima sambutannya
dengan sikap dan senyum yang datar. Aku melihat dihadapanku dengan mata
kepalaku dimana dirga mulai menyambut mayang dan kemudian merangkulnya penuh
cinta memandu untuk kembali ke arah tenda kelompok berada. Tahukah…! diantara percabangan menjelang pos kalimati sisi timur,
dalam jalur setapak, yang di sisi kiri kanannya ditumbuhi belukar yang tidak
tinggi, saat itu aku berada di ruang hampa udara menyaksikan itu, paru-paruku
menyempit, berat sekali nafas rasanya, tenggorokan seperti tercekik dan kulit
seperti terikat dan berkeringat sambil memaksakan bibir ini untuk tetap
tersenyum, aku terus berjalan dengan langkah kakiku yang seperti mengangkat
belenggu besi, melewati mereka berdua….Mayang menoleh ke arahku dan menatap
wajahku, namun aku mencoba memalingkannya dan terus berjalan menjauhinya menuju
ke tendaku.
“Bang
Wildaaan….!....Thanks ya bro, lo dah jagain dan bawa mayang ke puncak dengan
selamat, gue ngga bisa ngasih apa-apa….!” Wildan memanggilku, melepaskan rangkulan mayang dan
kemudian menuju ke arahku dan memelukku…
Aku : “Hehehe….ngga
papa, emang tugas gue kok…!” oh iya Ga…, Mayang perempuan hebat tuh, lo
jagain bener-bener….! Aku membisiknya sambil memberikan jempol dan kemudian
terus berjalan, sesekali menoleh ke mayang, sambil berharap mereka berdua
hilang dari pandanganku hingga aku bisa keluar dari ruang hampa kalimati saat
itu.
Itu
adalah pertemuan dan kebersamaanku yang
terakhir bersama mayang, selanjutnya aku berpisah dengan rombongan tim saat
kembali dari kalimati karena aku harus melanjutkan perjalanan ke ranu pane, sedangkan rombongan masih
harus tinggal untuk beberapa waktu lagi. Meskipun aku tidak pernah bertemu lagi
dengannya, aku bahagia bisa mengantarkannya ketempat yang diimpikannya saat itu,
tempat di mana berkali-kali ia ucapkan soal mimpinya ingin ke mahameru, dan
akhirnya ia mendapatkan semua keindahannya.
Seperti saat ini dimana ia sudah
mendapatkan semua keindahan lainnya yang dia impikan dan damai dengan tenang di
SYURGA, bahagia selalu untukmu mayang dengan segala ketenangannya disisi Allah SWT, dari seseorang yang menyebalkan namun
menyayangimu…Wildan…
0 comments:
Posting Komentar